Arus Cerah. Muadzin adalah petugas masjid yang selalu mengumandangkan adzan saat sudah masuk waktu sholat. Biasanya Muadzin dilihat sebelah mata baik oleh para jamaah maupun para pengurus masjid (DKM) sehingga kedudukan Imam di masjid menjadi lebih mulia dari pada Muadzin maka gaji, fasilitas lainnya yang pasti lebih baik dari muadzin.
Demikianlah manusia menilai sesamanya padahal dimata Allah Muadzin lebih mulia kedudukannya daripada Imam Masjid, seorang Imam Masjid akan dimaafkan dosa dosanya tapi tugas tugasnya begitu berat mulai mengatur shof untuk rapat dan lurus, dimana posisi anak anak dibawah umur berdiri ketika berjamaah begitu juga para wanita ditempatkan dibelakang shof anak anak ini semua menjadi tanggung jawab Imam dan sebagai pemimpin sholat dia tidak boleh abai terhadap barisannya karena dia adalah komandan yang berkewajiban merapihkan barisannya dll.
Muadzin ditunggu dan bermanfaat untuk orang banyak sebab dengan adzannya maka semua penduduk tahu bahwa sudah masuk waktu sholat, sementara Imam hanya ditunggu oleh para jamaah yang ada di masjid, lebih lebih lagi di bulan Ramadhan Muadzin sangat ditunggu suaranya karena orang orang yang berpuasa walaupun makanan sudah ada didepannya haram hukumnya untuk disantap sampai Muadzin mengumandangkan adzan bahwa waktu magrib telah tiba.
Muadzin menurut mazhab Syafii lebih utama dibanding menjadi imam. Ini adalah pendapat mazhab Syafii dan sebagian besar ulama Syafiiyah. Pendapat ini juga disampaikan oleh ulama Iraq, Imam Sarkhasi dan Al Baghawi.
Imam Asy Syafii pernah berkata:
“Saya senang adzan karena Nabi Shallallahu alaihi wa sallam pernah berdoa, ‘Ya Allah, ampunilah orang-orang yang mengumandangkan adzan Dan saya tidak suka menjadi imam karena tanggung jawab yang harus ditanggung seorang imam.”
Dalam sebuah Hadits disebutkan tentang kemuliaan seorang muadzin sbb:
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada orang-orang di shaf awal dan muadzin itu akan diampuni dosanya sepanjang radius suaranya, dan dia akan dibenarkan oleh segala sesuatu yang mendengarkannya, baik benda basah maupun benda kering, dan dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang-orang yang shalat bersamanya” (HR. Ahmad dan An Nasa’i dengan sanad yang jayyid)
Rasulullah juga mendoakan seluruh orang yang mengumandangkan adzan. Dalam hadits riwayat Ibnu Hibban, Rasulullah secara khusus meminta ampunan untuk muadzin.
فَأَرْشَدَ اللَّهُ الْأَئِمَّةَ وَ غَفَرَ لِلْمُؤَذِّيْنَ
Artinya, “Semoga Allah meluruskan para imam dan mengampuni para muadzin” (HR. Ibnu Hibban)
Begitu banyak kemuliaan yg akan didapat oleh Muadzin seperti yg disebutkan dlm bbrpa hadits sibawah ini" Pahala orang yang adzan seperti pahala orang yang melakukan salat. Bagaimana tidak? Tanpa muadzin, orang tidak akan mengerti bahwa waktu salat telah masuk atau belum. Saat tidak mengerti waktu shalat, ia tentu tidak akan melaksanakan salat.
وَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ صَلَّى مَعَهُ
Artinya, “Muadzin mendapatkan pahala seperti pahala orang yang salat bersamanya,” (HR An Nasa’i).
Muadzin Dibanggakan Allah di depan para malaikat.
يَعْجَبُ رَبُّكُمْ مِنْ رَاعِى غَنَمٍ فِى رَأْسِ شَظِيَّةٍ بِجَبَلٍ يُؤَذِّنُ بِالصَّلاَةِ وَيُصَلِّى فَيَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ انْظُرُوا إِلَى عَبْدِى هَذَا يُؤَذِّنُ وَيُقِيمُ الصَّلاَةَ يَخَافُ مِنِّى فَقَدْ غَفَرْتُ لِعَبْدِى وَأَدْخَلْتُهُ الْجَنَّةَ
Artinya, “Tuhanmu takjub kepada seorang penggembala domba di puncak bukit gunung, dia mengumandangkan adzan untuk shalat lalu dia salat. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, ‘Lihatlah hamba-Ku ini, dia mengumandangkan adzan dan beriqamah untuk salat, dia takut kepada-Ku. Aku telah mengampuni hamba-Ku dan memasukkannya ke dalam surga,” (HR Abu Dawud dan An Nasa’i).
Muadzin tidak akan tenggelam oleh keringat pada saat Hari Kiamat karena ia dipanjangkan lehernya oleh Allah SUbhnahu Wa Ta’ala
الْمُؤَذِّنُونَ أَطْوَلُ النَّاسِ أَعْنَاقًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Artinya, “Para muadzin adalah orang yang berleher panjang pada Hari Kiamat,” (HR. Muslim).
Muadzin dijanjikan Allah SWT akan dimasukkan ke dalam surga-Nya.
Hal ini diriwayatkan oleh Imam An-Nasai dalam sebuah hadits dari jalur Abu Hurairah:
كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَامَ بِلَالٌ يُنَادِي فَلَمَّا سَكَتَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ قَالَ مِثْلَ هَذَا يَقِينًا دَخَلَ الْجَنَّةَ
(Kami pernah bersama Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, lalu Bilal berdiri mengumandangkan adzan. Ketika selesai, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Barangsiapa mengucapkan seperti ini dengan yakin, niscaya dia masuk surga’”) (HR An Nasa’i).
Begitu mulia seorang Muadzin dihadapan Allah sampai melebihi seorang Imam Sholat, tapi didepan pengurus masjid dan para jamaah Muadzin masih menjadi warga kelas dua, hidup itu memang tidak perlu berharap pujian manusia tapi mencari pahala yang besar dalam beribadah harus jadi tujuan hidup kita karena hidup itu sendiri ibadah, Allah Ta’ala berfirman
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku (saja)” (QS. Adz-Dzaariyaat: 56).
Wallahu Ta’ala A’lam
Abdullah Al Faqir/AS/Red